ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Pasukan Penjaga Pantai China merebut kendali sebuah terumbu karang di Laut China Selatan nan menjadi sengketa dekat pangkalan militer utama Filipina.
Insiden nan pertama kali dilaporkan oleh media pemerintah China, CCTV, pada Sabtu (26/4) ini menjadi provokasi terbaru Beijing soal klaim sepihaknya terhadap sebagian besar perairan Laut China Selatan. Selama ini, klaim sepihak China atas Laut China Selatan kerap menjadi ketegangan dengan negara di area terutama Filipina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan stasiun penyiaran negara CCTV, Penjaga Pantai China "melaksanakan pengendalian maritim" atas Karang Tiexian, nan juga dikenal sebagai Sandy Cay, pada pertengahan April lalu.
Karang mini ini merupakan bagian dari Kepulauan Spratly dan terletak dekat Pulau Thitu, dikenal juga sebagai Pag-asa, nan menjadi letak akomodasi militer Filipina.
CCTV melaporkan bahwa Penjaga Pantai China mendarat di Sandy Cay untuk "menegakkan kedaulatan dan yurisdiksi" atas karang tersebut, melakukan "inspeksi", serta "mengumpulkan bukti video atas aktivitas terlarangan pihak Filipina".
Media tersebut juga mempublikasikan foto lima orang berbaju hitam berdiri di atas karang tak berpenghuni, dengan sebuah perahu karet berwarna gelap mengapung di dekatnya.
Dikutip AFP, foto lain menunjukkan empat pejabat penjaga pantai berpose dengan bendera nasional di atas permukaan putih karang, dalam sebuah tindakan nan digambarkan CCTV sebagai "sumpah kedaulatan".
Kelompok tersebut juga "membersihkan sisa-sisa botol plastik, batang kayu, dan sampah lainnya di karang", menurut laporan CCTV.
Sementara itu, mengutip seorang pejabat maritim Filipina nan tidak disebutkan namanya, Financial Times melaporkan penjaga pantai China telah meninggalkan letak setelah mengibarkan bendera.
Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa China telah menduduki karang tersebut secara permanen alias membangun struktur di atasnya.
Insiden ini terjadi kala Beijing dan Manila terus bersitegang dan saling menyalahkan atas apa nan mereka klaim sebagai kerusakan ekologi di sejumlah area di Laut China Selatan selama beberapa bulan terakhir.
Kedua negara juga sempat terlibat sejumlah kejadian laut di perairan Laut China Selatan terutama dekat Kepulauan Spartly nan memang jadi pusaran sengketa kedua negara.
Kantor buletin China Xinhua pada Jumat (25/4) melaporkan Kementerian Sumber Daya Alam China telah mengeluarkan laporan nan disebut "membantah" tudingan Manila bahwa proyek reklamasi Beijing telah merusak lingkungan setempat.
Pasukan Filipina tetap datang di Pulau Thitu. Manila apalagi meresmikan pos pemantauan Penjaga Pantai di pulau tersebut pada 2023, sebagai upaya menghadapi apa nan disebutnya sebagai agresi China.
Pada Senin lampau (22/4), militer Filipina dan Amerika Serikat memulai latihan tahunan berbareng berjudul "Balikatan"-yang berfaedah "bahu membahu". Tahun ini untuk pertama kalinya, latihan tersebut mencakup simulasi sistem pertahanan udara dan rudal terintegrasi.
Letnan Jenderal Korps Marinir AS James Glynn mengatakan dalam upacara pembukaan di Manila bahwa kedua negara bakal "menunjukkan bukan hanya tekad kami untuk menegakkan perjanjian pertahanan berbareng nan sudah ada sejak 1951, tetapi juga keahlian luar biasa kami untuk melakukannya".
"Tak ada nan membangun ikatan lebih sigap daripada menghadapi kesulitan bersama," ujarnya, tanpa merinci ancaman nan dimaksud.
Sementara itu, Beijing mengecam latihan tersebut sebagai upaya nan "merusak stabilitas strategis kawasan" dan menuduh Manila melakukan "kolusi dengan negara-negara luar kawasan".
(rds)
[Gambas:Video CNN]