ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Kepala BNN Komjen Pol Marthinus Hukom, mendorong paradigma baru dalam menangani kasus narkoba. Dalam perihal ini, pengedar sebagai pelaku suplai ditindak secara hukum, sementara pengguna sebagai bukanlah pelaku pidana nan layak dihukum, melainkan korban nan memerlukan pemulihan secara medis dan sosial.
"Jangan terbalik. Jangan sampai demand-nya itu kita lakukan penegakan norma nan berlebihan. Demand-nya itu adalah pengguna-pengguna nan menjadi korban, jangan kita korbankan mereka untuk kedua kalinya," kata Marthinus saat wawancara unik dengan detikai.com dan SCTV, Selasa (1/7/2025).
Dia mengatakan, BNN menekankan penanganan pengguna narkoba kudu berpatokan pada pendekatan kuratif dan sosial, sebagaimana petunjuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut Marthinus, banyak pengguna narkoba terjebak dalam adiksi berkepanjangan nan berakibat pada kerusakan fisik, mental, dan relasi sosial. Jika pendekatannya adalah balasan pidana, para pengguna justru bakal semakin terpuruk dan kehilangan kesempatan untuk pulih.
"Kita kudu peduli dengan mereka dan kita rawat mereka lewat pendekatan kuratif, pendekatan sosial. Karena pengguna narkoba itu selain dia sakit, dia juga terjadi disengagement secara sosial. Terganggu hubungan-hubungan sosial, maka kita kudu pulihkan baik secara kesehatan maupun secara sosial," ucap dia.
"Supaya dia kembali ke manusia nan punya martabat, tidak distigmakan sebagai penjahat alias mantan pengguna narkoba," sambung dia.
Pemulihan
Selain itu, pengguna narkoba bukan hanya memerlukan support medis, tetapi juga pemulihan secara sosial. Ketergantungan narkoba umumnya menyebabkan keterputusan dari lingkungan, keluarga, dan komunitas. Karena itu, pendekatannya kudu menyentuh aspek kemanusiaan secara menyeluruh.
"Jangan distigma sebagai mantan pengguna. Akhirnya apa? Ketika distigma, itu sama aja kita sedang memarjinalkan dia, menggeserkan dia dari pergaulan organisasi itu dan dia pada akhirnya ketika dia termarjinalkan, dia bakal mencari lingkungan nan menerima dia, ya pengguna-pengguna nan dulu mungkin bersama-sama dia," ujar dia.
"Itulah saya bilang, memahami betul aspek emosi para pengguna ini sehingga jangan dia termarjinalkan dan dia semakin terjerumus, terjerumus, terjerumus. Kita mengangkatnya dan memanusiakan dia, memanusiakan dalam makna nilai-nilai kemanusiaan dan diobati dengan pendekatan-pendekatan kuratif dan pendekatan sosial tadi," sambung dia.
Marthinus menyebut terdapat 1.496 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) saat ini dan enam pusat rehabilitasi milik BNN nan tersebar di beragam daerah, termasuk Balai Besar di Lido dan loka-loka rehabilitasi di Medan, Batam, Lampung, Tanah Merah, dan Makassar.
"Tapi kesadaran melapor itu tetap kurang," ucap dia.
Rehabilitasi
Padahal kata dia, masyarakat tak perlu cemas jika mau melaporkan personil family nan menjadi pengguna narkoba. Rehabilitasi dilakukan tanpa proses pemidanaan, selama nan berkepentingan tidak terlibat dalam jaringan peredaran narkotika.
“Datang saja ke IPWL alias BNN terdekat. Nanti di situ ada prosedur kita mulai, itu sudah prosedur para medis mapping dulu ketergantungannya seperti apa, dia sudah berapa lama pakai, pakainya jenis apa, dan tidak perlu ragu alias takut dia bakal dipenjara. Undang-undang kita mengatur itu dan menjamin bahwa dia tidak bakal dihukum," tandas dia.