ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Setiap tahun, aktivitas di Bumi menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca. Sebanyak 7% berasal dari produksi lemak dan minyak dari hewan dan tumbuhan.
Hal tersebut diungkap pendiri Microsoft sekaligus filantropis kawakan, Bill Gates, melalui blog personalnya.
"Untuk memerangi perubahan iklim, kita kudu mengubah nomor tersebut ke nol," kata dia, dikutip, Sabtu (2/3/2024).
Kendati demikain, Gates sadar bahwa rencana untuk menghilangkan konsumsi lemak hewan bagi manusia tidak realistis. Pasalnya, manusia sudah tergantung dengan lemak hewan dengan argumen nan logis.
Lemak hewan menyimpan nutrisi dan kalori nan dibutuhkan oleh manusia. Namun, ada langkah nan bisa dilakukan untuk mengambil lemak tanpa memproduksi emisi, menyiksa hewan, dan menghasilkan unsur kimia berbahaya.
Solusinya, kata Gates, sudah ditemukan oleh startup berjulukan 'Savor'. Gates turut menjadi salah satu investornya.
Savor menciptakan lemak dari sebuah proses nan melibatkan karbondioksida dari udara dan hidrogen dari air. Senyawa tersebut lampau dipanaskan dan dioksidasi sehingga terjadi pemisahan komponen masam nan menciptakan formulasi lemak.
Gates menyatakan lemak nan dihasilkan mempunyai molekuk serupa nan ditemukan dari susu, keju, sapi, dan minyak nabati.
Indonesia dan Malaysia Biang Kerok Masalah Sawit
Selain produksi lemak hewan nan merusak lingkungan, Gates juga menyoroti aspek nan menciptakan akibat lebih besar ialah minyak sawit.
"Saat ini, minyak sawit adalah lemak nabati nan paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Sebagian ditemukan pada makanan sehari-hari seperti kue, mie instan, krim kopi, makanan beku, hingga makeup, sabun badan, odol, deterjen, deodoran, makanan kucing, formula bayi, dan sebagainya. Bahkan, minyak sawit juga digunakan untuk biofuel dan mesin diesel," dia menuturkan.
Gates menegaskan bahwa masalah pada minyak sawit bukan soal penggunaannya, tetapi gimana proses menghasilkannya. Mayoritas jenis sawit original jenis Afrika Barat dan Tengah tidak tumbuh di banyak wilayah. Pohon itu hanya tumbuh subur di tempat-tempat nan dilewati garis khatulistiwa.
"Hal ini menyebabkan penggundulan rimba di area-area khatulistiwa untuk mengonversinya menjadi lahan sawit," kata Gates.
Proses ini berakibat jelek bagi keragaman alam dan menyebabkan pukulan telak bagi perubahan iklim. Pembakaran rimba menciptakan emisi nan banyak di atmosfer dan mengakibatkan peningkatan suhu.
"Pada 2018, kehancuran nan terjadi di Malaysia dan Indonesia saja sudah cukup parah hingga menyumbang 1,4% emisi global. Angka itu lebih besar dari seluruh negara bagian California dan nyaris sama besarnya dengan industri penerbangan di seluruh dunia," Gates menjelaskan.
Sayangnya, Gates mengakui bahwa peran minyak sawit susah tergantikan. Sebab, komoditas sawit murah, tidak berbau, dan melimpah.
"Minyak sawit juga satu-satunya minyak nabati dengan keseimbangan lemak jenuh dan tak jenuh nan nyaris sama, itulah sebabnya minyak ini sangat serbaguna. Jika lemak hewan adalah bahan utama dalam beberapa makanan, maka minyak sawit adalah pemain tim nan dapat bekerja untuk membikin nyaris semua makanan dan barang-barang non-makanan menjadi lebih baik," Gates menjelaskan.
Untuk alasan-alasan tersebut, Gates mengatakan sudah ada perusahaan-perusahaan nan mencoba mengatasinya. Salah satunya C16 Biosciences nan berupaya membikin pengganti minyak sawit.
Sejak 2017, Gates mengatakan C16 mengembangkan produk dari mikroba ragi liar menggunakan proses fermentasi nan tidak menghasilkan emisi sama sekali.
Meski secara kimiawi berbeda dari minyak sawit konvensional, namun minyak C16 mengandung masam lemak nan sama, sehingga dapat digunakan untuk aplikasi serupa.
"Minyak ini sama alaminya dengan minyak sawit, hanya saja tumbuh pada jamur, bukan pada pohon. Sama dengan Savor, proses C16 sepenuhnya bebas dari pertanian. 'Pertanian'-nya adalah sebuah laboratorium di tengah kota Manhattan," kata Gates.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Inovasi Teknologi Menuju Transformasi Industri Berkelanjutan
Next Article Sisa Umur Matahari Terungkap, Kiamat di Bumi Bakal Ngeri