ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com — Para CEO bank-bank besar Amerika Serikat (AS) berkumpul di pertemuan industri di Washington saat masalah komunikasi dengan Gedung Putih muncul. Mereka termasuk Jamie Dimon dari JPMorgan Chase, David Solomon dari Goldman Sachs, Brian Moynihan dari Bank of America, dan Charlie Scharf dari Wells Fargo.
Mengutip The Wall Street Journal (WSJ), Kamis (10/4/2025) para pelaksana di ruangan itu bergantian mengatakan kapan terakhir kali mereka berbincang dengan Presiden Trump.
Menurut sumber-sumber WSJ, banyak dari mereka mengatakan bahwa tidak pernah berbincang secara substantif dengan Trump sejak pandemi menghantam pasar pada 2020.
Para bankir paling berkuasa di negeri Paman Sam itu mempunyai perspektif pandang nan unik terhadap pasar dan ekonomi, nan sering kali menjadikan mereka penasihat dan tempat curhat nan berbobot bagi pejabat tinggi pemerintah.
Beberapa bankir telah berbincang dengan pejabat pemerintah selama turbulensi nan disebabkan oleh kebijakan tarif resiprokal Trump minggu lalu, termasuk Wakil Presiden JD Vance dan Menteri Keuangan Scott Bessent. Namun, para pelaksana bank raksasa AS merasa pendapat mereka tidak terlalu berpengaruh bagi presiden.
Kurangnya pengaruh langsung bank-bank besar selama gejolak pasar saat ini sangat kontras dengan krisis-krisis sebelumnya, seperti pandemi alias krisis finansial 2008, ketika Washington bekerja sama dengan mereka untuk menenangkan keadaan.
Ketika pandemi Covid-19 dimulai, Trump memanggil para CEO bank ke sebuah rapat nan disiarkan di televisi, di mana mereka berbincang tentang langkah-langkah nan mereka ambil untuk menenangkan perekonomian.
Kali ini para bankir AS disebut tidak percaya tentang akhir permainan Trump mengenai tarif dan tidak nyaman dengan dampaknya terhadap ekonomi dunia serta upaya mereka sendiri. Risiko resesi meningkat dan mengerek prospek kerugian pinjaman.
Dalam kondisi saat ini, menghitung prospek menjadi sulit karena perubahan kebijakan kerap terjadi tergantung dengan kesepakatan berbareng negara-negara terkait.
Adapun Gedung Putih mengatakan bahwa mereka menjaga kontak rutin dengan para pemimpin upaya dan golongan industri.
"Namun, satu-satunya kepentingan unik nan memandu pengambilan keputusan Presiden Trump adalah kepentingan terbaik rakyat Amerika," kata ahli bicara Gedung Putih Kush Desai, dikutip dari WSJ, Kamis (10/4/2025).
Beberapa bank telah mendengar respons dari pejabat Gedung Putih mengenai kesehatan sistem perbankan dan pandangan pelaksana mengenai ekonomi.
Misalnya, pejabat senior pemerintahan termasuk Vance, Bessent, kepala staf Gedung Putih Susie Wiles dan kepala Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hassett telah meminta masukan dari para pelaksana senior Goldman Sachs.
Menurut sumber tersebut, para pejabat pemerintah bertanya respons pasar serta para pengguna korporat.
Para pelaksana Goldman memberi tahu para pejabat Trump bahwa pengguna korporat mereka menyampaikan sejumlah perihal negatif.
WSJ melaporkan upaya lain untuk menghubungi Gedung Putih mengenai tarif tidak membuahkan hasil. Sebuah pertemuan minggu lampau antara para CEO bank dan Menteri Perdagangan Howard Lutnick membikin beberapa peserta merasa frustrasi setelah dia meminta mereka untuk menyetujui tarif.
Beberapa upaya seperti perdagangan kemungkinan bakal diuntungkan dari volatilitas pasar, dan pengguna korporat nan memerlukan modal untuk mengatasi gejolak dapat berhujung dengan meminta angsuran lebih banyak. Bisnis lain kemungkinan bakal terpukul, terutama pembuatan kesepakatan.
Di Goldman Sachs, beberapa transaksi nan melangkah lancar hingga awal minggu lalu berhenti total. Di Morgan Stanley, JPMorgan, dan Bank of America, para bankir cemas bahwa transaksi nan berbobot lebih dari US$10 miliar mungkin bakal tertunda tanpa pemisah waktu.
Banyak perusahaan nan sedang dalam mode membeli saham tidak dapat alias tidak mau melanjutkan transaksi lantaran penurunan pasar nan tajam. Pembeli dengan duit tunai sekarang bertanya-tanya apakah mereka lebih baik menahan duit mereka.
Menurut sumber WSJ, satu potensi merger antara bank-bank regional, nan tampak melangkah sesuai rencana saat kedua CEO mereka berjumpa minggu lalu, bisa jadi terancam. Penurunan ekonomi bakal menakut-nakuti kualitas kitab pinjaman bank, sehingga membikin transaksi menjadi kurang menarik.
"Yang pasti, ketidakpastian jangka pendek bakal menjadi musuh dalam pengambilan keputusan besar," kata James Hu, pengacara merger dan akuisisi di Cleary Gottlieb Steen & Hamilton, dikutip dari WSJ, Kamis (10/4/2025).
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: IHSG dan Rupiah "Ditebang" Tarif Trump
Next Article Video: China Akan Biarkan Yuan Melemah di 2025, Ada Apa?