ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com — Saham menjadi pilihan investasi paling umum bagi masyarakat nan mau menambah pemasukan duit tambahan. Apalagi, semua orang dengan mudah dapat menjadi penanammodal saham, tanpa kudu memenuhi syarat khusus. Termasuk seorang Asisten Rumah Tangga (ART).
Sekitar 422 tahun nan lalu, ialah Agustus 1602, Kongsi Dagang Hindia Belanda memutuskan untuk menjual saham kepada publik. Hal ini menjadi titik awal dari penawaran umum perdana alias Initial Public Offering (IPO).
Pada saat itu, VOC mudah mendapatkan penanammodal lantaran menjual komoditas nan paling dicari di Eropa, ialah rempah-rempah. Para penanammodal percaya bahwa VOC adalah calon perusahaan sukses nan bisa memberi untung besar.
Atas dasar inilah, ketika mengeluarkan keputusan untuk IPO, orang-orang ramai datang ke Bursa Efek Amsterdam. Terlebih, VOC juga menjadi perusahaan pertama di bumi nan melakukan IPO.
"Secara keseluruhan, ada 1.143 penanammodal nan berinvestasi untuk modal awal VOC di Amsterdam," tulis Lodewijk Petram dalam The World's First Stock Exchange (2011), dikutip Sabtu (13/4/2024).
Dalam aturannya, setiap penanammodal berkuasa memutuskan berapa jumlah duit nan diinvestasikan tanpa ada pemisah minimum alias maksimum. Dengan kata lain, siapapun boleh menginvestasikan uangnya kepada VOC.
Alhasil, tak hanya pejabat, bangsawan, dan orang berharta| saja nan menjadi investor, ART berjulukan Neeltgen Cornelis juga turut berinvestasi kepada VOC.
Ketertarikan Neeltgen berinvestasi di VOC berasal dari majikannya, Dirck van Os nan merupakan Direktur VOC. Pada masa-masa IPO, banyak orang keluar-masuk ke rumah van Os untuk urusan investasi.
Saat itu, perdagangan bursa pengaruh tak seperti sekarang. Semuanya serba manual dan dicatat menggunakan kertas. Dengan demikian, wajar andaikan rumah Dirck van Os ramai para investor. Di tengah keramaian itulah, terpantik rasa penasaran Neeltgen.
Dari hati paling dalam dia sebenarnya mau berinvestasi di VOC. Neeltgen percaya VOC bakal memberi untung besar. Namun, di sisi lain dia juga bingung: uangnya dari mana?
Sebagai ART, penghasilan Neeltgen kurang dari lima puluh sen dalam sehari. Uang tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil, dia maju-mundur untuk berinvestasi dari hari ke hari.
Hingga akhirnya, pada penghujung Agustus saat penawaran perdana saham bakal VOC ditutup, Neeltgen berubah pikiran.
"Dia berpikir bakal selalu menyesal andaikan dia tidak berinvestasi sekarang. Alhasil dia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan duit tabungannya," tulis Petram.
Dari duit tabungan hasil kerja kerasnya, Neeltgen menyisihkan 100 gulden untuk membeli saham VOC. Ia pun menyerahkan duit tersebut kepada majikannya.
Nama Neeltgen Cornelis pun tercatat sebagai pemegang daftar saham VOC, meskipun sangat mini dibanding nan lainnya. Saat itu, bos-bos VOC meletakkan duit dalam jumlah besar. Ada nan 85 ribu gulden, 65 ribu hingga 45 ribu gulden.
Lantas, apakah Neeltgen untung dari pembelian saham VOC?
Menurut Petram, Neeltgen mengalami keuntungan, tetapi hanya sesaat lantaran dia melepas kepemilikan saham VOC pada Oktober 1603 alias setahun setelah melakukan pembelian. Dia menjual seluruh sahamnya kepada Jacques de Pourcq.
Padahal, jika terus-menerus dipegang, duit 100 gulden tersebut bisa berubah menjadi ribuan gulden. Menurut Petram, setidaknya pemegang saham VOC bisa menerima rempah-rempah setiap saat sebagai corak dividen.
Terlebih, VOC dalam beberapa tahun sejak IPO terbukti jadi perusahaan terbesar di bumi berkah sukses menjual dan menguasai rempah-rempah dari Indonesia.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Prospek Bisnis Emiten Otomotif Pasca-IPO di Tengah Perang Tarif
Next Article BEI Targetkan 66 Perusahaan Melantai di Bursa Tahun 2025