Apa Peran Daud Beureueh Yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com

Sabtu, 12 Jul 2025 10:10 WIB

Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra mengungkap peran Teungku Muhammad Daud Beureueh nan dicalonkan sebagai pahlawan nasional. Daud Beureueh, nan dicalonkan masyarakat Aceh untuk gelar pahlawan nasional. (Ministry of Defense of the Republic of Indonesia via Wikimedia Commons)

Jakarta, detikai.com --

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengungkap peran Teungku Muhammad Daud Beureueh nan dicalonkan sebagai pahlawan nasional.

Yusril mendukung usulan dari masyarakat Aceh itu. Menurut Yusril, Daun berkedudukan dalam upaya melawan Belanda dan Jepang di Indonesia.

"Begitu pula peran sentralnya dalam mendukung kemerdekaan RI dan menegaskan Aceh sebagai bagian dari Republik Indonesia. Tidak semua tokoh di Aceh ceria dengan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945," ujar Yusril saat di Banda Aceh, mengutip Antara, Jumat (11/7).

Yusril menjelaskan saat itu, sebagian masyarakat mau Aceh menjadi negara sendiri, sedangkan sebagian justru mau tetap di bawah kolonialisme Belanda.

Namun, kata dia, Daud Beureueh berjuang habis-habisan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI, baik secara politik, militer maupun diplomasi.

Ia mengatakan kemauan Daud Beureueh agar Aceh menjadi provinsi sendiri dengan keistimewaannya pun disetujui oleh Bung Karno saat berjamu ke Aceh pada awal 1946.

Oleh lantaran itu, pada masa Revolusi, dikatakan Yusril Daud Beureueh diangkat sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo dengan pangkat tituler Mayor Jenderal TNI.

Setelahnya, Provinsi Aceh dibentuk melalui Keputusan Wakil Perdana Menteri RI untuk Sumatera nan berdomisili di Kutaraja dengan Peraturan Darurat Wakil Perdana Menteri nan diteken Sjafruddin Prawiranegara dan Daud Beureuh otomatis dikukuhkan menjadi Gubernur Aceh.

Namun, pada 1950, Peraturan Darurat tersebut tidak disetujui Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Menteri Dalam Negeri saat itu, Susanto Tirtoprodjo.

Peraturan itu kemudian kudu dicabut dan Aceh diintegrasikan menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara.

"Celakanya, pencabutan Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri Sjafruddin itu kudu dilaksanakan oleh Perdana Menteri RI nan baru, Mohammad Natsir. Padahal, baik Sjafruddin, Natsir maupun Daud Beureueh semuanya adalah tokoh Partai Masyumi," ucap Yusril.

Menurut Yusril, saat itu Natsir menghadapi dilema luar biasa untuk melaksanakan putusan KNIP sehingga memutuskan berangkat ke Aceh untuk menemui Daud Beureueh.

Saat Natsir mendarat di Aceh, Daud Beureueh telah menyingkir ke luar kota.


Selengkapnya