Anjlok Lagi, Ihsg Dibuka Terkoreksi 1% Lebih

Sedang Trending 8 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, detikai.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ambles dan bergerak di area merah pada pembukaan perdagangan Selasa (18/3/2025). Pada sepuluh menit pertama pembukaan perdagangan dibuka IHSG ke posisi 6.394,87 alias turun 1,19% (-77 poin).

Pada pembukaan perdagangan sesi I, nilai transaksi mencapai Rp 984 miliar nan melibatkan 1,37 miliar saham nan beranjak tangan 97.588 kali. Sebanyak 186 saham menguat, 199 melemah, dan 179 stagnan.

Secara sektoral seluruhnya tercatat mengalami koreksi selain sektor transportasi nan mengalami kenaikan tipis 0,13%.

Emiten teknologi raksasa DCII kembali menjadi penekan keahlian IHSG disusul oleh emiten-emiten sektor perbankan nan juga kompak rontok pada perdagangan hari ini.

Pergerakan pasar finansial Tanah Air pada hari ini Selasa (18/3/2025) bakal condong wait and see sejumlah info dari internal, terutama hari ini bakal menjadi hari pertama dari serangkaian Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) nan berjalan selama dua hari dan bakal ada lelang Surat Utang Negara (SUN).

Sementara dari eksternal tidak terlalu banyak data, tetapi bank sentral di beragam negara seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS) bakal berbarengan memulai rangkaian hari pertama rapat Federal Open Market Coommittee (FOMC) dari bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menentukan suku kembang acuan.

Berikut rincian sentimen nan bakal berpengaruh pada perdagangan pasar hari ini :

Neraca Dagang Surplus Lagi, Tapi Impor Konsumsi Turun

Pada kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil neraca jual beli sepanjang Februari 2025.

Neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 3,12 miliar pada Februari 2025, menandai neraca perdagangan Indonesia mencetak rekor surplus 58 bulan berturut-turut.

Surplus neraca perdagangan terjadi lantaran ekspor lebih besar daripada impor. BPS mencatata ekspor Indonesia pada Februari sebesar US$ 21,98 miliar alias naik 2,58% dibanding bulan sebelumnya.

Sementara, impor Indonesia tercatat sebesar US$ 18,86 miliar alias naik 5,18% dibanding Januari 2025.

Namun, perlu dicatat pada nomor impor itu terkhusus di impor konsumsi mengalami penyusutan sebulan sebelum Ramadan tiba. Hal ini tentu cukup mengejutkan lantaran secara historis impor biasanya melonjak jelang Ramadhan lantaran kebutuhan nan meningkat.

BPS mencatat nomor impor mengalami kenaikan dari US$17,94 miliar (Januari 2025) menjadi US$18,86 miliar (Februari 2025), tetapi peralatan konsumsi justru mengalami penurunan dari US$1,64 miliar (Januari 2025) menjadi US$1,47 miliar (Februari 2025).

Apabila dilihat secara month on month (mom) dan year on year (yoy), nomor impor peralatan konsumsi terpantau menurun masing-masing sebesar 10,61% dan 20,97%.

BPS mencatat bahwa secara year on year/yoy, penurunan nilai impor peralatan konsumsi lebih besar lagi, ialah mencapai 21,05%.

Berdasarkan pantauan detikai.com Research, impor peralatan konsumsi dan peralatan modal condong mengalami kenaikan satu bulan sebelum Ramadan.

Dengan impor peralatan konsumsi menurun, artinya jumlah peralatan nan dibeli dari luar negeri untuk kebutuhan langsung masyarakat mengalami penurunan. Hal ini bisa terjadi lantaran beberapa argumen dan mempunyai beragam akibat terhadap ekonomi, salah satunya lemahnya daya beli masyarakat.

Pelemahan shopping masyarakat di Indonesia khususnya untuk kalangan bawah nampak terus tertekan. Terlebih, ini terjadi menjelang momen Ramadan.

Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa nilai shopping masyarakat terjadi perlambatan di satu minggu menjelang Ramadan ialah ke 236,2.

Pola ini merupakan anomali lantaran tidak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Mandiri Spending Index (MSI) nan menurun jelang Ramadhan terakhir kali terjadi pada Maret 2020 alias lima tahun nan lampau dengan nilai 58.

Untuk diketahui, pada Maret 2020 merupakan awal pandemi Covid-19 nan menyebabkan terjadinya perlambatan konsumsi shopping masyarakat. Secara historis, Ramadan merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia. Konsumsi juga biasanya sudah melonjak sebelum Ramadan terutama untuk kebutuhan makanan dan minuman. Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Maret 2025.

Hari Pertama Rapat Bank Sentral Dimulai

Bank Indonesia (BI) pada hari ini menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari pertama.

Rapat tersebut diselenggarakan selama dua hari dan pada Rabu besok bakal diumumkan kebijakan moneter terkini, serta mencermati gimana pandangan BI soal kondisi ekonomi terkini dan langkah-langkah untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

Sebagian analis memperkirakan BI bakal memangkas suku kembang untuk mendongkrak pertumbuhan sementara sebagian menilai BI bakal menahan BI rate untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Bersamaan dengan BI, beberapa bank sentral di beberapa negara juga menggelar rapat untuk menentukan suku kembang acuan. Diantaranya ada Bank of England (bank sentral Inggris) berbarengan merilis perkembangan pasar tenaga kerja.

Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Reserve juga memulai rangkaian rapat untuk menentukan kebijakan moneter terbaru-nya.

Khusus suku kembang referensi AS, pasar memproyeksikan tetap bakal ditahan pada pertemuan pekan ini. Berdasarkan CME Fed Watch tool, prospek suku kembang ditahan sudah mencapai persentase 99%.

Lelang SUN

Pada hari ini, pemerintah bakal menggelar lelang Surat Utang Negara (SUN) dengan sasaran sugestif sebesar Rp26 triliun.

Berdasarkan keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, lelang SUN bakal dilaksanakan mulai pukul 09.00 WIB hingga 11.00 WIB dengan setelmen pada 20 Maret 2025.

Sebagai catatan, penawaran penanammodal nan masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) pada dua pekan sebelumnya, Selasa (4/3/2025) mengalami penurunan menjadi Rp75,78 triliun dengan nilai nan dimenangkan sebesar Rp30 triliun.
Nilai incoming bids itu lebih rendah dari lelang SUN pada 18 Februari 2025 nan mencapai Rp84 triliun alias level tertinggi penawaran nan masuk dalam lelang SUN sepanjang tahun melangkah 2025.

Lelang SUN kali ini cukup menjadi perhatian lantaran selama beberapa hari terakhir yield obligasi referensi RI terus merangkak naik dan ini bakal menjadi lelang pertama setelah laporan APBN periode Februari ambruk signifikan.

Sebagai catatan saja, defisit APBN awal tahun ini menjadi nan pertama kali terjadi lagi sejak 2021.

Kami nilai pemerintah bakal menyerap surat utang cukup banyak dan menawarkan yield tinggi meskipun tetap banyak tantangan ekonomi saat ini, mengingat penerimaan pajak nan rendah dan kekhawatiran defisit bisa melebar.

Prospek THR Potensi Jadi Booster Ekonomi
Masuk pekan ketiga Maret semakin mendekati tenggat waktu pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Pemerintah apalagi sudah mulai mencairkan THR bagi aparatur sipil negara (ASN) sejak Senin kemarin.

THR biasanya bakal menjadi booster bagi konsumsi masyarakat menjelang lebaran. Biasanya, barang-barang prioritas seperti konsumsi, baju lebaran, sampai tiket untuk mudik menjadi prioritas untuk dibeli lebih dulu.

Kami memandang beberapa sektor nan diuntungkan seperti transportasi, consumer staples, termasuk CPO dan Poultry, serta sektor retail.

Adapun, mengenai patokan tenggat waktu pembayaran THR. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2025 untuk pekerja di sektor swasta, BUMN, dan BUMD.

Kewajiban perusahaan untuk mencairkan THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. THR kudu dibayarkan secara penuh dan tidak boleh dicicil. Dengan demikian, para pekerja diharapkan sudah siap menyambut hari raya tanpa kudu cemas soal pembayaran nan tertunda.

"THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. THR kudu dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Saya minta sekali lagi, agar perusahaan memberikan perhatian terhadap ketentuan ini," ujar Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli dalam Konferensi Pers di kantornya, Selasa (11/3/2025).

Mayoritas Ahli Sepakat Ekonomi RI Suram

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) merilis Economic Experts Survey, pada Senin (17/3/2025).
Survei independen nan dilakukan oleh LPEM FEB UI bermaksud untuk menangkap wawasan para mahir mengenai lanskap ekonomi Indonesia, memperkuat komitmen lembaga ini terhadap obrolan kebijakan nan berbasis info dan pengembangan masa depan negara.

Dari hasil survei ini, LPEM mencatat kebanyakan ahli, ialah 23 mahir dari 42 mahir alias 55% responden, setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini telah memburuk dibandingkan dengan tiga bulan nan lalu.

"Tujuh mahir apalagi menganggap situasi ini jauh lebih buruk, sementara 11 mahir menganggapnya stagnan, dan hanya satu mahir nan melihatnya lebih baik. Dengan interval kepercayaan rata-rata sebesar 7,71 poin, hasil survei ini menunjukkan pandangan nan umumnya pesimis terhadap kondisi ekonomi Indonesia, menurut para mahir ekonomi," tulis LPEM UI dalam laporannya, dikutip Senin (17/3/2025).

Lebih lanjut, 23 responden tersebut juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya bakal lebih rendah dari nomor terkini, meskipun tidak ada responden nan menganggap kontraksi bakal jauh lebih kuat ke depannya.

Sementara lebih dari seperempat responden memperkirakan perubahan nan tidak signifikan, minoritas nan terdiri dari 6 mahir alias master memperkirakan tetap ada pertumbuhan pada periode berikutnya.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menguat Lebih Dari 2%, IHSG Sentuh Level 6.500

Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran

Selengkapnya