ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia mencatat, jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) nan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di luar negeri meningkat. Hal itu mengindikasikan eskalasi ancaman terhadap kewenangan asasi dan kedaulatan negara dalam melindungi warganya.
Dia menegaskan, TPPO nan menyasar WNI, khususnya nan dipaksa bekerja dalam skema penipuan daring dan gambling online ilegal, bukan lagi sekadar masalah sosial.
"Hal ini adalah bagian dari industri pidana transnasional nan kompleks dan menakut-nakuti keamanan nasional. Perdagangan orang sekarang telah terintegrasi dalam skema industri pidana digital lintas negara. Ini bukan kasus biasa. Ini sudah menjadi darurat kemanusiaan dan keamanan, dan negara tidak boleh kalah oleh sindikat,” kata Farah dalam keterangan tertulis diterima, Sabtu (26/4/2025).
Farah menyampaikan, info Kementerian Luar Negeri RI, sebanyak 699 WNI dipulangkan dari wilayah bentrok Myawaddy, Myanmar, hanya dalam rentang Februari hingga Maret 2025.
Mereka sebelumnya dijanjikan pekerjaan nan layak, namun kenyataannya dipaksa bekerja sebagai operator penipuan online, apalagi di bawah todongan senjata dan tanpa kebebasan bergerak.
Kondisi serupa juga ditemukan di Kamboja dan Thailand. Dalam salah satu kasus tragis, seorang korban dilaporkan meninggal bumi akibat pemanfaatan dalam jaringan gambling daring ilegal.
Sebagai respons, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) telah mengeluarkan larangan pengiriman tenaga kerja ke tiga negara tersebut.
Perputaran Uang Judi Online
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menyatakan bahwa perputaran biaya gambling online di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp1.200 triliun.
"Ini menunjukkan sungguh masifnya ekonomi terlarangan nan menjadi magnet utama praktik TPPO, terutama dalam corak kerja paksa digital. Data ini menunjukkan bahwa TPPO dan gambling online bukan dua entitas nan terpisah. Mereka saling menopang dan membentuk jaringan pidana nan memanfaatkan manusia sebagai perangkat produksi paksa,” jelas Farah.
Farah menegaskan, negara tidak boleh kalah oleh sindikat lintas negara. Sebab Perlindungan WNI adalah petunjuk konstitusi dan tanggung jawab kolektif kita.
"Harus ada komitmen politik dan kebijakan nan tegas untuk melindungi setiap warga, di mana pun mereka berada,” Farah menandasi.
Langkah Atasi WNI jadi Korban Pekerjaan Kejahatan Digital
Farah pun mengusulkan lima perihal sebagai langkah antisipasi WNI jadi korban pekerjaan kejahatan digital:
1. Pembangunan sistem penemuan awal TPPO berbasis teknologi dan big data, bekerja sama dengan platform digital dan lembaga keuangan.
2. Sistem pendaftaran dan pengawasan pekerja migran nan transparan, dengan verifikasi digital nan dapat dipantau lintas kementerian.
3. Sosialisasi masif kepada masyarakat, terutama di wilayah dengan tingkat migrasi tinggi, mengenai ancaman TPPO dan jebakan lowongan kerja online.
4. Ratifikasi dan penegakan perjanjian internasional mengenai perdagangan orang, kejahatan digital, dan perlindungan pekerja migran.
5. Pembentukan task force lintas negara berbareng ASEAN untuk menindak pusat-pusat operasi pidana nan menggunakan tenaga kerja paksa.