ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal RI mengalami guncangan dahsyat dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi dalam dan kembali ke level 6.800.
Hingga pukul 11.17 WIB IHSG tercatat melemah nyaris 2% alias tepatnya terkoreksi 121.45 poin (-1,81%) ke 6.894,81. Total transaksi tercatat mencapai RP 5,35 triliun nan melibatkan 82 miliar saham dan ditransaksikan 728 ribu kali.
Pelemahan ini terjadi seiring dengan kembali derasnya arus biaya asing nan ke luar dari pasar modal RI. Tercatat pada perdagangan kemarin (5/2/2025) asing membukukan tindakan jual bersih (net sell) Rp 512 miliar, dengan total biaya asing keluar sejak awal tahun mencapai Rp 4,91 triliun.
Secara sektoral seluruh sektor di bursa mengalami pelemahan, selain sektor kesehatan nan tercatat tumbuh tipis.
Sektor finansial tercatat menjadi penekan utama keahlian IHSG yang mengalami kontraksi hingga 2,34%, diikuti sektor basic material nan melemah 1,80%.
Secara spesifik, emiten-emiten blue chip tetap menjadi pemberat utama, khususnya sektor perbankan nan turun signifikan usai sejumlah emiten melaporkan keahlian finansial nan kurang optimal dan tidak sesuai dengan angan investor.
Sejumlah bank nan telah melaporkan laporan finansial setahun penuh, mencatatkan keahlian untung nan tumbuh tipis karena cost of fund yang semakin membengkak, khususnya nan dialami oleh bank BUMN.
Saham Bank Mandiri (BMRI) menjadi pemberat utama IHSG hari ini nan turun 7,24% ke Rp 5.125 per saham dengan kontribusi pelemahan ke IHSG mencapai 33,51 indeks poin. Lalu diikuti oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) nan turun 2,17% ke Rp 4.040 per saham dengan kontribusi pelemahan 12,29 indeks poin.
Kemudian ada Bank Central Asia (BBCA) nan turun 1,92% ke Rp 8.950 per saham alias setara pelemahan 9,76 indeks poin.
Adapun sejumlah emiten lain nan menekan keahlian IHSG termasuk Chandra Asri (TPIA), Astra International (ASII) dan Bank Negara Indonesia (BBNI) nan pemelahannya setara 5 hingga 8 indeks poin.
Sentimen Pasar
Pergerakan IHSG pada hari ini juga condong tetap bakal dipengaruhi oleh respons penanammodal mengenai info pertumbuhan ekonomi Indonesia nan tetap bertengger di kisaran nomor 5%.
Pertumbuhan di level tersebut terkesan cukup baik namun jika dilihat lebih dalam, pertumbuhan tersebut tidak betul-betul cukup baik lantaran tahun kemarin cukup banyak momen politik nan dapat mendorong konsumsi dan roda perekonomian. Dengan kata lain, besar angan pertumbuhan ekonomi 2024 dapat lebih tinggi dibandingkan 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2024 (year on year/yoy)yang tumbuh sebesar 5,02%. Secara setahun penuh (2024) ekonomi hanya tumbuh 5,03%. Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 adalah nan terendah dalam tiga tahun terakhir. Pertumbuhan tersebut juga jauh di bawah sasaran pemerintah di APBN 2024 sebesar 5,2%. Kendati demikian, ekonomi tetap tumbuh di level historisnya ialah 5% di tengah kencangnya rumor pelemahan daya beli.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan komponen pengeluaran nan berkontribusi besar ke PDB adalah konsumsi rumah tangga (RT) dengan kontribusi 53,71% nan tumbuh 4,98%. Kemudian, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) alias investasi mencatat kontribusi sebesar 30,12% dan pertumbuhannya mencapai 5,03%.
"Jika dilihat dari sumber pertumbuhan kuartal IV-2024 konsumsi rumah tangga tetap menjadi sumber pertumbuhan pada sisi pengeluaran ialah sebesar 2,62%," ujar Amalia dalam konvensi pers BPS, Rabu (5/2/2025).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 tampak tumbuh di kisaran 5%, namun jika ditelisik lebih dalam, kondisi ini tidak sepenuhnya baik lantaran periode 2024 ada pemilihan presiden (pilpres) di awal tahun kemudian dilanjutkan dengan momen pemilihan kepala wilayah (pilkada) di akhir tahun.
Maka dari itu, cukup besar angan bahwa dengan momen krusial tersebut dan angan untuk dapat meningkatkan konsumsi masyarakat secara signifikan nan berujung pada tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah besar. Namun takdir berbicara sebaliknya.
Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun penuh pada 2022 dan 2023 tercatat lebih tinggi dibandingkan 2024 ialah masing-masing sebesar 5,31% dan 5,05%.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Saham Konglomerat Banyak Diburu, Hati-Hati Rawan Longsor!
Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran