Alasan Kurangi Isi Minyakita Terkuak! Pabrik Di Karawang Langsung Ditutup

Sedang Trending 12 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Karawang -

Kementerian Perdagangan (Kemendag) berbareng Satgas Pangan Polri menutup salah satu produsen MinyaKita bandel nan terbukti mengurangi isi tidak sesuai dengan info takaran di kemasan. Produsen tersebut adalah PT Artha Eka Global Asia (AEGA) nan berlokasi di Karawang.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menjelaskan, berbareng tim Satgas Pangan Polri sudah mendapat laporan mengenai pengurangan isi Minyakita

Menindaklanjuti laporan itu, Kemendag berbareng Satgas Pangan Polri langsung menurunkan tim ke letak produsen di area Depok untuk mengecek langsung. Sayang, begitu sampai di lokasi, produsen tersebut rupanya sudah menutup pabrik kemasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah melakukan penelusuran, ditemukan kebenaran Artha Eka Global Asia (AEGA) memindahkan letak pabrik kemasnya ke area Karawang Sentra Bizhub, Karawang, Jawa Barat. Pabrik itu lah nan hari ini ditutup Kemendag dan Satgas Pangan Polri.

Bersamaan dengan penutupan pabrik kemas tersebut, Budi mengatakan pihaknya telah menyita 140 karton MinyaKita dengan isi volume kurang dari satu liter dan 32.284 botol kemas kosong berukuran 750-800 mL.

"Jadi PT AEGA pindah ke sini baru sekitar 1 bulan. Nah seperti teman-teman lihat, kita temukan banyak botol-botol nan berukuran 750 mL nan rencananya bakal digunakan untuk produksi MinyaKita," kata Budi di pabrik kemas MinyaKita PT AEGA, Kabupaten Karawang, Kamis (13/3/2025).

"Ya ini akhirnya belum sempat diproduksi dan sudah ketahuan dari tim pengawas sehingga tidak bisa memproduksi lagi, dan ini perusahaan sudah tidak boleh berproduksi lagi," tegasnya lagi.

Alasan sunat isi Minyakita

Mendag mengatakan MinyaKita pada dasarnya merupakan minyak goreng rakyat nan didapat dari skema domestic market obligation (DMO) perusahaan-perusahaan eksportir CPO.

Setiap perusahaan nan mau ekspor CPO diwajibkan untuk menyalurkan minyak goreng rakyat untuk pemenuhan stok domestik terlebih dulu dalam corak Minyakita. Kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.

Namun lantaran pasokan minyak goreng dari skema DMO ini terbatas, sesuai jumlah CPO nan diekspor perusahaan, maka Minyakita ini kemudian dicampur minyak goreng komersial.

"Ini lantaran perusahaannya memang bandel ya, dia kan mau memproduksi banyak. Makanya dia memproduksi biar nggak ketahuan mungkin ya, makanya dia pakai nan non-DMO. Dengan pakai minyak komersial tadi dia produksi," jelas Budi.

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang menambahkan sejauh ini temuan MinyaKita nan tidak sesuai takaran bukan minyak goreng rakyat nan berasal dari pasokan DMO.

Moga enjelaskan minyak goreng rakyat hasil pasokan DMO rata-rata hanya 160.000-170.000 ton per bulan. Padahal kebutuhan minyak goreng murah mencapai 257.000 ton per bulan.

Untuk menutupi selisih jumlah pasokan DMO itulah kemudian para produsen bandel mulai menggunakan minyak goreng komersial dan mengemasnya kembali dengan merek MinyaKita.

"Jumlahnya tidak sesuai kebutuhan di masyarakat. Rata-rata itu antara 160.000-170.000 ton. Sementara kebutuhan minyak goreng itu sebanyak 257.000 ton per bulannya," terang Moga.

"Untuk itu seperti kasus ini, lantaran pasokan DMO-nya kewenangan ekspornya itu tidak banyak, pasokan tidak banyak, sementara dia mempunyai brand MinyaKita maka diisi dengan minyak non-DMO," jelasnya lagi.

Karena nilai minyak goreng komersial lebih tinggi daripada minyak goreng hasil DMO, maka para produsen ini kemudian mengurangi isi MinyaKita tidak sesuai dengan info dalam kemasan.

"Supaya harganya tidak terlalu membikin perusahaan itu rugi, indikasinya ini menurut saya, makanya ukurannya dikurangi. Karena jika minyak komersial kan bahan bakunya lebih mahal dibandingkan DMO. (Keuntungan dari) kurangi takaran," tegas Moga.

(hns/hns)

Selengkapnya