Aji: 18 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Saat Meliput Demo Tolak Uu Tni

Sedang Trending 3 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Bayu Wardana mengatakan pihaknya mencatat setidaknya ada 18 jurnalis menjadi korban kekerasan selama meliput gelombang tindakan penolakan pengesahan perubahan UU TNI sejak pekan lalu hingga Rabu (26/3) hari ini.

Bayu menjelaskan corak kekerasan nan dialami para wartawan nan menjadi korban itu beragam. Salah satu kekerasan nan dialami adalah kekerasan seksual.

"Kekerasan nan dialami ketika terjadi demonstrasi ada kami mencatat sampai saat ini ada 18 wartawan dan wartawan pers mahasiswa nan mengalami kekerasan," kata Bayu dalam konvensi pers secara daring, Rabu (26/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Entah itu dipukul entah itu diseret entah itu apalagi beberapa (kekerasan) seksual secara verbal dalam liputan itu," sambungnya.

Bayu mengatakan 18 wartawan nan menjadi korban itu terjadi saat meliput tindakan di Jakarta, Sukabumi, Bandung, Surabaya, dan Malang

Lebih lanjut, Bayu menjelaskan kekerasan terhadap wartawan nan paling menonjol selama penolakan RUU TNI ini adalah pengiriman kepala babi dan buntang tikus ke instansi media Tempo di Jakarta.

"Jadi 18 wartawan itu mengalami di beberapa kota itu kami tetap menghimpun di beberapa kota lain," ujar Bayu.

Bayu mengungkap sebagian kekerasan nan dialami para wartawan itu telah dilaporkan ke abdi negara kepolisian setempat agar kasus ini diusut tuntas.

Meski pesimis, pihaknya berambisi kepolisian dapat mengusut kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan tersebut secara tuntas.

"Artinya polisi jangan masuk angin dari 18 kasus ini alias 18 wartawan ini kita sorong untuk pemerintah lebih tegas terutama polisi untuk tidak masuk angin," tutur dia.

Sementara itu, Koalisi Kebebasan Berserikat nan terdiri atas sejumlah organisasi sipil juga mengecam dugaan kekerasan nan dialami para wartawan peliput tindakan demonstrasi UU TNI. Mereka juga mengecam dugaan kekerasan dan represifitas aparat terhadap para demonstran.

"Kekerasan digital juga meningkat terhadap aktivis dan wartawan nan mengkritik revisi UU TNI. SAFEnet mencatat maraknya doxing, peretasan, serta ancaman kriminalisasi ekspresi online terhadap mereka nan vokal dalam aktivitas penolakan ini," demikian pernyataan koalisi itu dalam siaran pers nan diterima, Rabu petang.

Mereka juga mengecam dugaan operasi info oleh akun media sosial TNI dari tingkat pusat hingga wilayah, nan salah satunya memberikan stempel 'antek asing' kepada pembela HAM nan menolak perubahan UU TNI.

"Setidaknya 59.946 orang terpapar dengan operasi info ini di IG sepanjang 18-21 Maret 2025," demikian ucap koalisi itu.

Koalisi untuk kebebasan berserikat itu terdiri atas sejumlah lembaga organisasi sipil seperti PSHK, ELSAM, Imparsial, YLBHI dan jaringan LBH, Amnesty International Indonesia, Jaringan Indonesia, hingga Solidaritas Perempuan.

Sejumlah desakan untuk pemerintah, DPR, hingga lembaga abdi negara pun disampaikan koalisi itu.

"Pemerintah kudu menjamin perlindungan bagi jurnalis, aktivis, dan pembela HAM dari segala corak ancaman, baik bentuk maupun digital, nan dilakukan oleh tokoh negara maupun non-negara," demikian salah satu poin dorongan koalisi tersebut.

(mab/kid/gil)

Selengkapnya