ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Negosiasi dilakukan Indonesia dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menurunkan tarif impornya. Belum lama ini, Presiden Donald Trump mematok tarif tinggi untuk Indonesia senilai 32%. Ini merupakan kebijakan baru nan disebut Trump sebagai tarif resiprokal.
Indonesia mau agar tarif tinggi nan diterapkan itu bisa dibuat serendah mungkin. Sebab, AS bukan hanya menerapkan tarif nan baru diumumkan itu saja ke produk-produk Indonesia, tetap ada tarif tambahan lain nan membikin produk Indonesia kurang kompetitif di Negeri Paman Sam.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bilang tarif-tarif nan diterapkan AS untuk produk Indonesia jumlahnya jauh lebih tinggi daripada negara pesaing Indonesia nan lain. Bahkan, Airlangga bilang tarif nan ditetapkan untuk beberapa komoditas bisa menyentuh 47%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tegaskan bahwa selama ini nan tarif tidak level playing field diterapkan AS, termasuk dengan negara pesaing kita di ASEAN bisa diberikan adil, dan kita mau diberikan tarif nan tidak lebih tinggi," beber Airlangga dalam konvensi pers virtual, Jumat (18/4/2025).
Sebagai contoh, meskipun saat ini tarif tinggi sebesar 32% didiskon sementara menjadi 10% selama 3 bulan, AS tetap menerapkan tarif proteksionis untuk barang-barang tekstil dan garmen asal Indonesia dengan nilai sebesar 10-37%.
Artinya jika diakumulasi komoditas asal Indonesia mempunyai biaya besar untuk masuk ke pasar AS. Bisa berkisar 20-47% sendiri.
"Meski saat ini tarif 10% untuk 90 hari, di tekstil, garmen, ini kan sudah ada tarif 10-37% maka 10% tambahan bisa 10+10 alias 37+10. ini concern kita lantaran ekspor kita biayanya lebih tinggi, lantaran ini di-sharing kepada pembeli dan juga ke Indonesia sebagai pengirim," papar Airlangga.
(hal/fdl)