ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Kebijakan relaksasi impor 10 golongan komoditas nan dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menuai kritik tajam dari Komisi VI DPR RI. Dalam rapat kerja berbareng Kemendag, Selasa (16/7/2025), sejumlah personil majelis menilai kebijakan tersebut justru berpotensi merugikan pelaku industri mini dan menengah dalam negeri nan sedang berjuang pulih pasca-pandemi.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar, Ahmad Labib, secara tegas menyampaikan kekhawatirannya terhadap banjir produk asing di pasar domestik akibat pelonggaran impor nan dinilai terlalu luas.
“Industri dasar kaki kita, khususnya kaos kaki, tetap dalam tahap pemulihan pasca pandemi. Namun pasar domestik justru dibanjiri produk impor. Relaksasi impor dasar kaki sebaiknya ditinjau ulang. nan perlu didorong justru kesiapan bahan baku murah bagi produsen dalam negeri, seperti benang elastik, spandeks, dan bahan kompresi,” ungkap Labib di hadapan Menteri Perdagangan.
Ia menilai pemerintah semestinya konsentrasi memperkuat daya saing industri lokal, bukan justru membuka pintu selebar-lebarnya untuk peralatan jadi dari luar negeri.
Sorotan juga diarahkan pada sektor otomotif, khususnya sepeda motor listrik, nan tengah tumbuh pesat di dalam negeri.
“Ekspor sepeda motor kita sedang positif. Produk nasional seperti Honda CUF dengan TKDN tinggi mulai diterima pasar. Tapi dengan dibukanya kran impor, pasar dalam negeri bisa dibanjiri motor listrik asal Tiongkok. Ini kudu jadi perhatian serius,” tegas Ahmad Labib.
Kebijakan Relaksasi Diminta Dievaluasi Menyeluruh
Tak hanya itu, Labib Politisi Partai Golkar juga menyoroti potensi akibat dari relaksasi impor produk mutiara, salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar global.
“Indonesia adalah pemain utama bumi dalam industri mutiara berbareng Jepang, Tiongkok, dan Australia. Jika kita longgarkan impor, bakal muncul distorsi mutu, gangguan rantai nilai, dan ketatnya persaingan dengan produk luar. Ini bisa mengganggu keberlangsungan upaya masyarakat pesisir kita nan menggantungkan hidup dari budidaya mutiara,” jelasnya.
Labib mengingatkan bahwa di tengah kejuaraan dunia nan makin ketat, negara-negara lain justru memperkuat instrumen perlindungan perdagangan mereka melalui tarif, kuota, hingga standar teknis nan ketat.
“Sementara negara lain sibuk memperkuat national interest mereka, kita malah membuka keran impor seluas-luasnya. Ini kebijakan nan kontraproduktif. Kita kudu memperkuat pasar domestik, bukan membukanya tanpa kendali,” ujarnya.
Ia pun menutup dengan rayuan kepada pemerintah agar kebijakan relaksasi ini dievaluasi secara menyeluruh.
“Program dan anggaran Kemendag sebaiknya diarahkan untuk revitalisasi pasar dalam negeri—pasar modern nan bersih, efisien, dan menopang UMKM. Kita butuh keberpihakan nan jelas terhadap produsen lokal sebagai tulang punggung ekonomi nasional,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Permendag terbaru tentang relaksasi impor terhadap 10 golongan komoditas — termasuk Alas Kaki, Mutiara, Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga— bakal mulai bertindak 60 hari sejak diundangkan.
DPR RI mendorong adanya pertimbangan berkala untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak mengorbankan keberlanjutan industri nasional dan kesejahteraan pelaku upaya lokal.