ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Ahli waris salah satu pembuat Superman, Joe Shuster, menggugat DC Comics dan Warner Bros. untuk membatalkan kewenangan cipta perusahaan tersebut di beberapa pasar asing.
Gugatan itu, seperti diberitakan Variety beberapa waktu lalu, menghidupkan kembali pertikaian nan telah berjalan lama setelah terakhir kali ditangani Pengadilan Banding Sirkuit ke-9 pada 2013.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengadilan menolak upaya mahir waris Shuster untuk membatalkan kewenangan cipta Superman, dengan menyatakan kerabat wanita Shuster telah menandatangani pemutusan hubungan kerja tepat setelah kematiannya pada 1992.
Dalam kasus terbaru, Marc Toberoff selaku pengacara mahir waris menegaskan klaim berasas undang-undang kewenangan cipta di Inggris, Kanada, Irlandia, dan Australia.
Gugatan tersebut muncul beberapa bulan sebelum Warner Bros. Discovery bakal merilis Superman nan bakal dibintangi David Corenswet, Rachel Brosnahan, Nicholas Hoult, hingga Nathan Fillion pada 11 Juli 2025.
Dalam gugatan nan diajukan ke Distrik Selatan New York, Toberoff beranggapan bahwa kewenangan cipta dikembalikan kepada mahir waris Shuster di sebagian besar negara tersebut pada 2017, dan di Kanada pada 2021.
[Gambas:Video CNN]
"Namun Tergugat terus mengeksploitasi Superman di seluruh wilayah norma ini tanpa izin dari Ahli Waris Shuster - termasuk dalam film, serial televisi, dan peralatan dagangan - nan secara langsung melanggar Undang-Undang kewenangan cipta negara-negara ini, nan mengharuskan persetujuan dari semua pemilik kewenangan cipta berbareng untuk melakukannya," tulis Toberoff.
Melalui ahli bicaranya, Warner Bros. selaku induk perusahaan DC mengatakan siap melawan pihak Shuster di pengadilan.
"Kami pada dasarnya tidak setuju dengan isi gugatan tersebut, dan bakal dengan gigih memihak kewenangan kami," kata ahli bicara tersebut.
Shuster dan Jerome Siegel menciptakan Superman dan menjual haknya seharga US$130 pada 1938. Siegel meninggal pada 1996; mahir waris dari kedua pembuat tersebut telah berupaya mendapatkan kembali kewenangan tersebut sejak saat itu.
Toberoff telah terlibat dalam upaya tersebut sejak 2001. DC menggugatnya pada 2010, menuduhnya berupaya memperkaya diri dengan bekerja sama secara melawan norma dengan mahir waris pembuat untuk mencoba merebut kendali Superman.
Perusahaan tersebut akhirnya menang dalam putusan 2-1 di Pengadilan Banding ke-9 pada 2013.
Toberoff beranggapan dalam gugatan tersebut bahwa litigasi sebelumnya terbatas pada kewenangan pemutusan berasas Undang-Undang Hak Cipta AS, dan tidak memengaruhi kewenangan cipta luar negeri milik mahir waris.
Gugatan tersebut menyatakan berasas undang-undang kewenangan cipta di Inggris dan negara-negara lain nan dipermasalahkan, kewenangan atas Superman secara otomatis dikembalikan ke mahir waris 25 tahun setelah kematian pencipta.
Toberoff beranggapan bahwa Pengadilan Distrik AS mempunyai yurisdiksi atas sengketa tersebut sebagian lantaran Konvensi Berne, perjanjian internasional nan diikuti AS pada 1988.
Di antara hal-hal lain, gugatan tersebut meminta perintah untuk memblokir Warner Bros. dari mendistribusikan Superman di Inggris dan wilayah sengketa lainnya tanpa terlebih dulu memperoleh lisensi dari pihak nan bersangkutan.
"Kita hidup dalam ekonomi global; studio seperti DC Entertainment dan Warner Bros. tidak dapat mengharapkan negara asing untuk menghormati dan menegakkan norma kewenangan cipta AS di tengah maraknya pembajakan, jika kita tidak menghormati dan menegakkan norma kewenangan cipta mereka," kata Toberoff.
"Gugatan ini tidak dimaksudkan untuk merampas kesempatan fans untuk menonton Superman berikutnya, tetapi justru meminta kompensasi nan setara atas kontribusi mendasar Joe Shuster sebagai salah satu pembuat Superman. Keputusan ada di tangan DC dan Warner Bros. untuk melakukan perihal nan benar."
(chri)