7 Respons Mulai Komnas Ham Hingga Dpr Ri Usai Rencana Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Masukkan Anak Nakal Ke Barak Militer

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Belum lama ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mempunyai rencana ialah siswa bermasalah alias siswa nakal di wilayahnya agar dibina di barak militer. Hal itu pun mendapat respons dari sejumlah pihak.

Menanggapi perihal tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menyatakan Jawa Tengah punya sistem sendiri. Ia menilai, anak dibawah umur lebih baik dididik dikembalikan pada sekolah dan orang tua masing-masing.

"Jawa Tengah, ya jika anak di bawah umur, kita kembalikan ke orang tuanya. Kalau dibawah umur, tetap ada kewenangan. Di sekolah tetap ada namanya guru, kembalikan ke orang tuanya," ujar Luthfi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 30 April 2025.

Sementara untuk anak cukup umur, Luthfi menyebut andaikan melanggar hukum, maka perlu diusut tuntas tindak pidananya. Menurutnya, semua perihal tersebut sudah ada aturannya, tanpa perlu patokan baru.

Selain itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Ketua Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mengatakan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi perihal siswa nan bermasalah dididik oleh TNI perlu ditinjau ulang.

"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civic education (pendidikan kewarganegaraan). Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu, maksudnya apa," ucap Atnike saat ditemui di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat 2 Mei 2025, seperti dilansir Antara.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco juga angkat bicara. Dia menyatakan wacana Gubernur Jabar Dedi Mulyadi adalah perihal baru dan butuh dikaji mendalam terlebih dahulu.

Berikut sederet respons sejumlah pihak mengenai rencana Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bagi siswa bermasalah alias siswa bandel di wilayahnya agar dibina di barak militer dihimpun Tim News detikai.com:

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana menerapkan program wajib militer bagi anak-anak nan bermasalah. Kebijakan ini diharapkan jadi solusi tuntas untuk menangani kenakalan remaja.

1. Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Tak Sepakat

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana untuk memasukkan siswa bermasalah agar dididik di barak militer. Menanggapi perihal tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menyatakan Jawa Tengah punya sistem sendiri.

Ia menilai, anak di bawah umur lebih baik dididik dikembalikan pada sekolah dan orang tua masing-masing.

"Jawa Tengah, ya jika anak di bawah umur, kita kembalikan ke orang tuanya. Kalau dibawah umur, tetap ada kewenangan. Di sekolah tetap ada namanya guru, kembalikan ke orang tuanya," ujar Luthfi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 30 April 2025.

Sementara untuk anak cukup umur, Luthfi menyebut andaikan melanggar hukum, maka perlu diusut tuntas tindak pidananya. Menurutnya, semua perihal tersebut sudah ada aturannya, tanpa perlu patokan baru.

"Kalau anak-anak sudah di atas umur, melakukan tindak pidananya, kita sidik tuntas mengenai dengan tindak pidananya. Kan begitu. Ada patokan hukumnya, kenapa kudu ngarang-ngarang gitu. Gak usah. Sesuai ketentuan saja," kata dia.

"Kalau sudah cukup umur antara 12-18 tahun, di atas itu ya pidana. Kita lakukan pidananya, biar pengaruh juga. Dan pentingnya di Jawa Tengah bisa untuk atasi itu semua," jelas Ahmad Luthfi.

2. Komnas HAM Tak Setuju Siswa Nakal Masuk Barak Militer

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mengatakan kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi perihal siswa nan bermasalah dididik oleh TNI perlu ditinjau ulang.

"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civic education (pendidikan kewarganegaraan). Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu, maksudnya apa," ucap Atnike saat ditemui di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat 2 Mei 2025 seperti dilansir Antara.

Menurut dia, membujuk siswa untuk mengunjungi lembaga alias lembaga tertentu dalam rangka mengajarkan langkah kerja, tugas, dan kegunaan lembaga maupun lembaga tersebut sejatinya tidak menjadi masalah.

"Sebagai pendidikan pekerjaan untuk anak-anak siswa mengetahui apa tugas TNI, apa tugas polisi, apa tugas Komnas HAM, itu boleh saja," katanya.

Namun, andaikan siswa diminta mengikuti pendidikan tertentu, termasuk nan berasosiasi dengan kemiliteran, kebijakan tersebut menjadi tidak tepat dan keliru. Apalagi, kata Atnike, pendidikan itu dilakukan sebagai sebuah corak hukuman.

"Oh, iya, dong (keliru). Itu proses di luar norma jika tidak berasas norma pidana bagi anak di bawah umur," tandas Ketua Komnas HAM.

3. Kadispenad Sebut Orang Tua Bisa Jenguk Siswa nan Dititipkan di Barak Militer Tiap Akhir Pekan

Program pendidikan semi militer bagi pelajar nan terlibat kenakalan remaja resmi dimulai pada Kamis 1 Mei 2025, di Markas TNI Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad, Purwakarta, Jawa Barat. Kebijakan ini merupakan pengarahan langsung dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan, selama menjalani aktivitas di barak militer para siswa bisa dijenguk oleh pihak orang tua setiap sabtu dan minggu.

"Boleh (dijenguk), tapi ada waktunya kan. Itu di weekend di akhir minggu, Sabtu alias Minggu. Itu waktu weekend, tapi ada jamnya kan diatur jamnya, jam berapa, nan atur dari tempat pelatihannya jadwalnya," kata dia saat dihubungi, Sabtu 3 Mei 2025.

Wahyu menjelaskan, argumen siswa di barak militer hanya boleh dijenguk saat akhir pekan agar mereka bisa konsentrasi dalam menjalani pendidikan.

"Dijenguknya setiap weekend, kan biar fokus, agar konsentrasi pendidikannya. Karena kan mengubah karakter, terus menanamkan disiplin, sudah gitu menanamkan leadership, terus penyuluhan-penyuluhan tadi, kan juga enggak bisa tepat kan," ungkap dia.

"Terganggu dengan jadwal-jadwal kunjungan nan mungkin tidak diatur dengan baik mungkin menjadi tidak efektif. Makanya, kunjungannya di akhir minggu," pungkas Wahyu.

4. Sikap Menhan Memperbolehkan

Wacana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengatasi masalah siswa bermasalah di wilayahnya agar dibina di barak militer, menjadi polemik.

Terkait perihal tersebut, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin memperbolehkan menitip anak alias siswa nan bermasalah ke barak militer sebagai corak mendisplinkan mereka.

"Itu kan kebijakan, mau mendukung ketertiban disiplinnya anak-anak. Ya jika mau nitip boleh aja," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 30 April 2025.

Sjafrie Sjamsoeddin menyebut, perihal itu bakal dikoordinasikan oleh Pangdam setempat. Menurutnya, anak-anak bakal diajarkan latihan disiplin, bukan militer.

"Ya itu tingkat provinsi dengan Pangdam saja. Titip latihan disiplin itu boleh," ungkap dia.

"Tapi dia bukan latihan militer," tutup Sjafrie.

5. Mendikdasmen Belum Dapat Laporan dari Dedi Mulyadi

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengaku belum mendapat laporan mengenai usulan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi namalain Demul mengenai buahpikiran mengirimkan anak bandel ke barak militer.

Mu'ti menyebut, dirinya baru mendengar usulan Dedi Mulyadi tersebut melalui media saja.

"Enggak, enggak (ada laporan Dedi Mulyadi). Jadi saya hanya tahu itu dari teman-teman media justru," kata Menteri Mu'ti saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 30 April 2025.

Oleh karena itu, Mu’ti belum bisa memberikan tanggapan lebih dalam mengenai pendapat Dedi Mulyadi nan menginginkan mengirim anak-anak bandel di Jawa Barat ke barak militer.

"Jadi kami no comment dulu," jelas Mu'ti.

6. Respons Anggota DPR RI

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti soal rencana pengiriman siswa bermasalah ke barak militer nan menjadi program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Ia menilai, perlu pertimbangan mendalam karena menurutnya mengatasi problem anak bermasalah tidak serta merta bisa diselesaikan melalui jalur pendidikan militer.

"Tidak semua problem kudu diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," ujar Bonnie dalam keterangannya, Rabu 30 April 2025.

Bonnie menilai, penguatan karakter siswa khususnya siswa bermasalah bukan dengan langkah dididik secara militer.

"Penguatan karakter bukan selalu berfaedah mendidik siswa bermasalah dengan langkah militeristik. Penanganan siswa bermasalah kudu dipahami secara holistik dengan menelaah keluarga, lingkungan pergaulan dan aktivitas di sekolah," jelasnya.

Meskipun Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana memastikan bahwa siswa alias anak bermasalah dikirim ke barak militer tetap melalui persetujuan orang tua, namun dia menilai rencana ini dinilai kurang tepat karena dalam menangani anak bermasalah diperlukan pendekatan psikologis.

"Melibatkan psikolog dan psikiater untuk menangani siswa bermasalah jauh lebih tepat daripada mengirim mereka ke barak militer," sebut Bonnie.

Lebih lanjut, Anggota Komisi Pendidikan DPR ini menilai, pemerintah wilayah mulai dari kabupaten/kota sampai provinsi semestinya dapat memastikan keberadaan pembimbing konseling di setiap sekolah nan terlatih dalam mengatasi siswa bermasalah.

Selain itu, Bonnie menilai, pendekatan bagi anak-anak bermasalah dapat dilakukan dengan penyediaan sarana di sekolah nan dapat menyalurkan talenta dan minat mereka.

“Penyediaan akomodasi olahraga dan kesenian juga semestinya bisa dilakukan pemerintah agar siswa-siswa bermasalah bisa menyalurkan daya dan kreavitasnya,” ungkap Legislator dari Dapil Banten I itu.

"Sehingga menghindarkan mereka dari tindakan-tindakan nan mengarah pada kejahatan alias kenakalan remaja lainnya, seperti tawuran dan narkoba," imbuh Bonnie.

Bonnie memandang, mengirimkan anak bermasalah ke barak militer untuk dididik dengan tegas bukan satu-satunya langkah menyelesaikan masalah kedisiplinan remaja. Terlebih bagi anak dengan latar belakang sosial nan beragam.

"Cara instan menyelesaikan problem kenakalan remaja tidak bakal bisa menyelesaikan masalah hingga ke dasarnya, nan seringkali berakar ke problem sosial," terangnya.

Bonnie mengingatkan, setiap anak bermasalah mempunyai karakter nan berbeda. Termasuk latar belakang nan menyebabkan perilaku mereka menjadi bermasalah.

"Menangani anak-anak bermasalah memerlukan pendekatan nan berbeda terhadap masing-masing dari mereka. Karena penyebab mereka bermasalah juga tak sama. Bisa jadi lantaran inner child mereka, kekurangan perhatian, alias akibat lingkungan maupun hanya sekadar ikut-ikutan," papar Bonnie.

Bonnie juga membujuk para pemangku kepentingan untuk memerhatikan kebutuhan asasi dari anak didik, nan berkuasa mendapatkan pengarahan dari tenaga pengajar. Termasuk agar setiap stakeholder memahami kegunaan maupun tupoksinya masing-masing.

"Sebaiknya jangan sampai merepotkan tentara nan sedang bekerja menjaga NKRI dari potensi ancaman nan datang dari luar ke negeri kita dengan menambah-nambahi beban kerja nan tak relevan," tutup Bonnie.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Giri Ramanda Kiemas, menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek kewenangan anak, kewenangan asasi manusia, psikologi, dan kajian mendalam sebelum kebijakan tersebut dilaksanakan.

"Program ini berpotensi melanggar kewenangan asasi manusia, terutama kewenangan anak untuk belajar. Jika ada masalah perilaku pada remaja, sebaiknya dilakukan kajian komplit tentang profil anak, termasuk aspek kejiwaan," kata dia dalam keterangannya, Kamis (1/5/2025).

Menurut Giri, menitipkan anak bermasalah di barak militer belum tentu efektif. Sehingga perlu dikaji kembali.

"Treatment kedisiplinan nan diterapkan belum tentu efektif dalam menangani perilaku menyimpang, oleh lantaran itu, dibutuhkan kajian ilmu jiwa nan mendalam untuk memahami setiap perseorangan dengan lebih baik," ungkap dia.

Politikus PDIP ini menuturkan, penjemputan paksa tanpa putusan norma nan jelas bisa melanggar kewenangan asasi anak, meskipun program pendidikan militer ini disebut tetap bakal melalui persetujuan orang tua.

"Pendidikan karakter pelajar sebaiknya dibentuk dalam lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal mereka, bukan dengan langkah memaksa mereka masuk ke barak militer tanpa dasar norma nan kuat," ucap Giri.

Menurutnya, pemerintah wilayah kudu mempertimbangkan aspek perbedaan budaya, sistem aparat, dan lembaga nan ada di masing-masing negara.

"Kepala wilayah kudu kreatif, tapi penemuan nan diambil kudu melalui kajian nan matang dan terukur, bukan sekadar sensasi nan menciptakan kesan 'mem-bully' pelajar," tandas Giri.

7. Wakil Ketua DPR RI Tegaskan Wacana Barak Militer Harus Dikaji Matang

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana memasukkan siswa bermasalah agar dididik di barak militer. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyatakan wacana itu adalah perihal baru dan butuh dikaji mendalam terlebih dahulu.

"Hal nan disampaikan oleh Gubenur Jawa Barat mungkin adalah hal-hal baru nan memang perlu dikaji terlebih dulu secara matang," kata Dasco di Jakarta, Kamis 1 Mei 2025.

Menurut Dasco, wacana tersebut juga tidak bisa diterapkan di provinsi lain karena tiap wilayah punya karakter dan kebijakan berbeda.

"Kan mungkin untuk masing-masing wilayah itu karakteristiknya berbeda," pungkas Dasco.

Selengkapnya