5 Fakta Terkait Kejagung Sita Uang Rp11,8 Triliun Di Kasus Cpo Wilmar Group

Sedang Trending 20 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jadi intinya...

  • Kejaksaan Agung menyita Rp11,8 triliun dari lima korporasi Wilmar Grup mengenai kasus korupsi CPO sebagai peralatan bukti nan bakal digunakan dalam kasasi.
  • Uang sitaan tersebut bakal digunakan untuk bayar kerugian negara akibat korupsi minyak goreng, dengan Kejagung menyebut kasus CPO Wilmar Group sebagai nan terbesar dalam sejarah.
  • Manajemen Wilmar International Limited menyatakan bahwa duit tersebut adalah biaya agunan nan diserahkan sukarela sebagai itikad baik, bukan hasil sitaan, lantaran kasus tetap dalam proses penyidikan.

detikai.com, Jakarta - Jutaan lembar duit merah dihamparkan bertumpuk-tumpuk di pelataran Gedung Bundar, Kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan (Jaksel) pada Selasa siang 17 Juni 2025.

Masing-masing tumpukan uang tunai pecahan Rp100 ribu tersebut diikat terbungkus plastik transparan. Dalam setiap bungkusnya, masing-masing berisi duit tunai senilai Rp1 miliar.

Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno menjelaskan, duit tunai triliunan rupiah tersebut merupakan hasil penyitaan dari kasus korupsi pemberian Fasilitas Crued Palm Oil (CPO) dan turunannya dari lima terdakwa korporasi Wilmar Grup 2022.

Kelimanya, kata dia, adalah PT Multimas nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Sutikno mengatakan, peralatan bukti duit tunai nan ditampilkan itu hanya berjumlah Rp2 triliun dari total Rp11 triliun nan telah disita oleh Kejagung. Uang belasan triliun rupiah itu disita dari lima terdakwa koorporasi kasus korupsi CPO.

"Ini total semuanya nilainya Rp2 triliun. Uang ini merupakan bagian dari duit nan tadi kita sebutkan, Rp11.880.351.802.619," papar dia saat konvensi pers di Kantor Kejagung, Selasa.

Kemudian, Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar pun angkat bicara. Menurut dia, penyitaan duit senilai Rp11.880.351.802.619 diyakini menjadi penyitaan terbesar dalam sejarah.

"Untuk kesekian kali kita melakukan rilis press conference mengenai dengan penyitaan duit dalam jumlah nan sangat besar. Dan barangkali ini merupakan presscon terhadap penyitaan duit dalam sejarahnya, ini nan paling besar," tutur Harli Siregar dikutip Rabu (18/6/2025).

Sementara itu, mengenai duit sitaan oleh Kejaksaan Agung tersebut, Manajemen Wilmar International Limited menyatakan jika duit tersebut bukan hasil sitaan lantaran tetap dalam proses penyidikan.

Berikut sederet kebenaran mengenai Kejagung sita duit korupsi dari kasus CPO dihimpun Tim News detikai.com:

Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pemberian angsuran bank. Penyidik Kejagung mendalami perannya dalam pengelolaan angsuran di internal Sritex.

1. Penampakan Tumpukan Uang Rp11 Triliun

Jutaan lembar duit merah dihamparkan bertumpuk-tumpuk di pelataran Gedung Bundar, Kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Selasa siang 17 Juni 2025.

Masing-masing tumpukan duit tunai pecahan Rp100 ribu tersebut diikat terbungkus plastik transparan. Dalam setiap bungkusnya, masing-masing berisi duit tunai senilai Rp1 miliar.

Uang tunai triliunan rupiah tersebut merupakan hasil penyitaan dari kasus korupsi pemberian Fasilitas Crued Palm Oil (CPO) dan turunannya dari lima terdakwa korporasi Wilmar Grup 2022. Kelimanya adalah PT Multimas nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno mengatakan, peralatan bukti duit tunai nan ditampilkan itu hanya berjumlah Rp2 triliun dari total Rp11 triliun nan telah disita oleh Kejagung. Uang belasan triliun rupiah itu disita dari lima terdakwa koorporasi kasus korupsi CPO.

"Ini total semuanya nilainya Rp2 triliun. Uang ini merupakan bagian dari duit nan tadi kita sebutkan, Rp11.880.351.802.619," kata Sutikno saat konvensi pers di Kantor Kejagung, Selasa.

"Jadi, kenapa tidak kita rilis secara berbareng senilai jumlah tersebut? Ini lantaran aspek tempat dan aspek keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara nan timbul," tambah dia.

2. Uang Akan Digunakan Bayar Kerugian Negara

Dalam perjalanan kasus korupsi CPO dan turunannya, para terdakwa sempat divonis lepas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Namun Kejagung tidak tinggal tak bersuara atas putusan tersebut dan mengusulkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sutikno menerangkan duit nan disitnya itu bakal menjadi memori Jaksa Penuntut Umum (JPU) di tingkat kasasi agar nantinya para terdakwa korupsi CPO itu bisa dihukum sekaligus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Uang nan telah kami sita tersebut menjadi bagian nan tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung nan memeriksa kasasi," terang dia.

Lebih lanjut, duit belasan triliun tersebut pun nantinya bakal digunakan untuk bayar kerugian negara nan ditimbulkan akibat korupsi minyak goreng tersebut.

3. Kejagung Sebut Kasus CPO Wilmar Group Terbesar Dalam Sejarah

Kejagung telah melakukan penyitaan pada tingkat penuntutan terhadap duit senilai Rp11.880.351.802.619 mengenai perkara tindak pidana korupsi akomodasi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022, nan berasal dari Wilmar Group. Hal itu pun diyakini menjadi penyitaan terbesar dalam sejarah.

"Untuk kesekian kali kita melakukan rilis press conference mengenai dengan penyitaan duit dalam jumlah nan sangat besar. Dan barangkali ini merupakan presscon terhadap penyitaan duit dalam sejarahnya, ini nan paling besar," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dikutip Rabu (18/6/2025).

Harli menyebut, penyitaan Rp11,8 triliun itu menjadi upaya Jampidsus Kejagung dalam mengembalikan kerugian finansial negara nan dilakukan dalam tahap penuntutan.

"Oleh karenanya, lantaran perkara ini belum berkekuatan norma tetap, maka kami melakukan penyitaan terhadap duit nan dikembalikan dimaksud," terang Harli.

4. Rincian Lima Perusahaan

Adapun pengembalian duit tersebut diyakini menjadi corak kesadaran korporasi dan kerjasama untuk mengembalikan kerugian finansial negara. Kejagung mengapresiasi dan menghormati sikap Wilmar Group atas langkah tersebut.

"Dan kita harapkan tentu dengan upaya-upaya pengembalian ini, ini juga bakal menjadi contoh bagi korporasi nan lain alias bagi pihak-pihak nan lain nan sedang berperkara, bahwa sebagaimana kami maksudkan, upaya-upaya penegakan norma nan represif kudu sebanding, linier, sejalan dengan upaya-upaya pengembalian kerugian finansial negara dalam rangka pemulihan finansial negara," Harli menandaskan.

Meski demikian, Kejagung tetap menunggu langkah serupa dari dua korporasi lain, ialah PT Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup.

"Untuk permata hijau dan musim mas grup, kita berambisi kedepan mereka juga bayar seperti nan dilakukan oleh Wilmar," kata Direktur Penututan Jampidsus Kejagung, Sutikno saat konvensi pers di Jakarta, Selasa 17 Juni 2025.

Dari total 17 korporasi nan terlibat dalam kasus ini, lima anak perusahaan Wilmar Grup sudah mengembalikan duit kerugian negara, yakni:

PT Multimas Nabati Asahan: Rp3.997.042.917.832.42

PT Multinabati Sulawesi: Rp39.756.429.964.94

PT Sinar Alam Permai: Rp483.961.045.417.33

PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57.303.038.077.64

Wilmar Nabati Indonesia: Rp7.302.288.371.326.78

5. Tanggapan Wilmar Group

Terkait duit sitaan oleh Kejaksaan Agung tersebut, Manajemen Wilmar International Limited menyatakan jika duit tersebut bukan hasil sitaan lantaran tetap dalam proses penyidikan.

"Itu bukan sitaan lantaran sekarang tetap proses investigasi dan belum ada putusan, sidang saja belum," tulis manajemen Wilmar International Limited seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa 17 Juni 2025.

Wilmar mengatakan, pada awal April 2024, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejaksaan) mengusulkan dakwaan mengenai merugikan finansial negara, memperoleh untung nan tidak sah, serta merugikan sektor usama terhadap lima anak perusahaan grup Wilmar ialah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Dakwaan itu diduga berasal dari tindakan korupsi nan dilakukan oleh anak-anak perusahaan tersebut antara Juli 2021-Desember 2021 pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar Indonesia. Total kerugian disebutkan Rp 12,3 triliun alias sekitar USD 755 juta.

"Posisi dari pihak Wilmar tergugat sejak awal adalah seluruh tindakan nan dilakukan selama periode tersebut mengenai ekspor minyak goreng telah sesuai dengan peraturan nan bertindak saat itu," demikian seperti dikutip dari keterangan resmi.

Kejaksaan mengusulkan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan meminta agar Wilmar menunjukkan kepercayaannya terhadap sistem peradilan Indonesia serta itikad baik dan kepercayaan mereka atas ketidakbersalahan. Ini dengan langkah menempatkan biaya agunan sebesar Rp 11,88 triliun alias disebut biaya agunan dalam perkara ini.

Wilmar menyatakan, biaya agunan tersebut merepresentasikan sebagian dari dugaan kerugian negara dan dugaan untung terlarangan nan diperoleh pihak Wilmar dari tindakan nan dituduhkan.

"Pihak Wilmar telah menyetujui dan telah menempatkan biaya agunan tersebut," kata Wilmar.

Wilmar menyatakan, biaya agunan bakal dikembalikan kepada pihak Wilmar tergugat andaikan Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, biaya agunan dapat disita, baik sebagian maupun seluruhnya (tergantung pada putusan), andaikan Mahkamah Agung memutuskan tidak memihak kepada pihak Wilmar Tergugat.

"Jadi duit itu Wilmar sukarela serahkan sebagai itikad baik," demikian seperti dikutip.

Wilmar mengatakan seluruh tindakan nan dilakukan telah dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat koruptif apapun.

Selengkapnya