ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Saat menyusun argumen, baik dengan pasangan, rekan kerja, maupun personil keluarga, banyak dari kita berpikir, "Fakta apa nan betul-betul tidak bisa mereka bantah?"
Kita membayangkan langkah berdebat nan paling efektif adalah dengan menyampaikan info dengan tepat kepada musuh bicara. Namun, menurut guru besar ilmu jiwa sosial di University of North Carolina Chapel Hill, Kurt Gray, dugaan itu adalah mitos besar.
"Kesalahan besar nan sering kita lakukan adalah menganggap kebenaran itu kuat dan bisa mengubah pendapat orang," kata Gray, penulis kitab Outraged: Why We Fight About Morality and Politics and How to Find Common Ground, seperti dilansir CNBC Make It di Jakarta, Jumat (4/7/225).
Bahkan saat seseorang mengetahui hasil riset alias temuan studi nan mendukung suatu klaim, mereka tetap bisa memilih untuk tidak mempercayainya. Sebuah laporan pada 2018 di Journal of Management menguatkan perihal ini.
"Anda menyebut kebenaran Anda, lampau mereka bilang, 'Itu nggak benar. Itu hoaks. Itu info karangan,'" jelas Gray. "Karena kita hidup di ekosistem media nan berbeda-beda, pemahaman soal 'fakta' pun tidak lagi universal," imbuhnya.
Lalu, gimana sebenarnya langkah berdebat alias berdasar dengan seseorang nan tidak sepaham?
Kuncinya adalah memandang mereka bukan sebagai lawan, tapi sebagai sesama manusia.
"Kita semua pada dasarnya hanya mau melindungi diri sendiri, keluarga, anak-anak, dan masyarakat. Hanya saja, kita terfokus pada jenis 'ancaman' nan berbeda-beda," kata Gray.
Untuk menjembatani perbedaan dalam percakapan, kita perlu betul-betul memahami ketakutan alias kekhawatiran orang lain. "Seringkali kita datang ke percakapan bukan untuk berbicara, tapi untuk menang. Kita mau mencetak poin, membikin orang lain terlihat bodoh. Padahal percakapan nan nyata adalah ketika kita mau bertanya," lanjut ia.
Gray menyarankan tiga langkah agar percakapan dengan orang nan berbeda pandangan jadi lebih bermakna:
1. Pahami motivasi mereka: Tanyakan dengan tulus gimana mereka sampai pada kesimpulannya.
2. Validasi motivasi itu: Meskipun Anda tidak setuju dengan pandangannya, tunjukkan bahwa Anda bisa memahami jalan berpikirnya.
3. Tekankan hubungan personal: Alih-alih menyodorkan info dan statistik, ceritakan argumen pribadi kenapa Anda berpandangan berbeda.
Menurut Gray, orang bakal lebih terbuka menerima perspektif pandang Anda jika Anda berbagi pengalaman pribadi daripada menyampaikan info kaku. "Membangun koneksi, memandang orang lain sebagai sesama manusia, itu sangat berpengaruh," katanya.
Hasil akhirnya? Kedua belah pihak bakal merasa lebih dihargai, meskipun belum tentu sepakat. Ia menyarankan, jika kita masuk ke percakapan untuk 'menang', Anda sudah kalah sejak awal. Karena dalam rumor moral, tak ada orang nan mau mengaku kalah.
"Daripada mau menang, cobalah untuk memahami," pungkas Gray.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]