ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pemerintah Indonesia beriktikad menghentikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk mencapai sasaran net-zero emission (NZE) pada 2060. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi langkah pemerintah mengenai rencana untuk menghentikan PLTU. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengatakan, Permen ini menjadi dasar norma dalam memandu pembangunan prasarana ketenagalistrikan.
Fabby menekankan bahwa izin ini membuka kesempatan percepatan pensiun PLTU dengan tetap mempertimbangkan keandalan sistem ketenagalistrikan, biaya listrik, serta prinsip transisi daya nan berkeadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, berasas kajian IESR, untuk mendukung upaya mitigasi krisis suasana agar suhu bumi tidak melampaui 1,5°C, sebanyak 72 PLTU batu bara dengan total kapabilitas 43,4 GW perlu dipensiunkan pada periode 2022-2045.
"Pada periode 2025-2030, IESR merekomendasikan penghentian operasional terhadap 18 PLTU berkapasitas total 9,2 GW, terdiri dari 8 PLTU milik PLN (5 GW) dan 10 PLTU milik pembangkit swasta (4,2 GW)," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).
Dalam kajian IESR juga telah mempertimbangkan aspek nan sesuai dengan nan tercantum dalam Permen No. 10/2025 dalam mempercepat pengakhiran operasional batu bara, seperti usia dan kapabilitas pembangkit, keekonomian proyek, serta akibat lingkungan, terutama keluaran emisi gas rumah kaca.
Tidak hanya itu, pemerintah juga sangat mempertimbangkan kesiapan support pendanaan dalam negeri dan luar negeri dalam mempercepat pengakhiran operasional PLTU batu bara.
Fabby memperkirakan biaya pensiun awal PLTU mencapai US$ 4,6 miliar hingga tahun 2030 dan US$ 27,5 miliar hingga 2050. di mana sekitar dua pertiga alias US$ 18,3 miliar berasal dari PLTU milik swasta, dan sepertiga alias US$ 9,2 miliar berasal dari PLTU milik PLN.
Ia mengatakan, meski biaya awal pensiun PLTU tergolong besar, faedah jangka panjangnya dari penurunan biaya kesehatan, dan subsidi PLTU mencapai US$ 96 miliar pada 2050. Fabby bilang, perlu adanya support pendanaan untuk pensiun awal PLTU nan tidak efisien, mahal dan menyebabkan polusi udara akut milik PLN bisa berasal dari APBN.
"Namun dananya nan ditambah dengan penyertaan modal negara kudu dipakai untuk mempercepat pembangunan daya terbarukan dan penguatan jaringan listrik. Ini serupa dengan memindahkan biaya dari kantong kiri ke kanan," jelas Fabby.
(rrd/rrd)